PERBATASAN INDONESIA –
SINGAPURA
Penambangan
pasir laut di perairan sekitar Kepulauan Riau yakni wilayah yang berbatasan
langsung dengan Sinagpura, telah berlangsung sejak tahun 1970. Kegiatan tersebut
telah mengeruk jutaan ton pasir setiap hari dan mengakibatkan kerusakan
ekosistem pesisir pantai yang cukup parah. Selain itu mata pencaharian nelayan
yang semula menyandarkan hidupnya di laut, terganggu oleh akibat penambangan
pasir laut. Kerusakan ekosistem yang diakibatkan oleh penambangan pasir laut
telah menghilangkan sejumlah mata pencaharian para nelayan.
Penambangan pasir laut juga mengancam keberadaan sejumlah pulau kecil karena dapat menenggelamkannya, misalnya kasus Pulau Nipah. Tenggelamnya pulau-pulau kecil tersebut menimbulkan kerugian besar bagi Indonesia, karena dengan perubahan pada kondisi geografis pantai akan berdampak pada penentuan batas maritim dengan Singapura di kemudian hari.
Penambangan pasir laut juga mengancam keberadaan sejumlah pulau kecil karena dapat menenggelamkannya, misalnya kasus Pulau Nipah. Tenggelamnya pulau-pulau kecil tersebut menimbulkan kerugian besar bagi Indonesia, karena dengan perubahan pada kondisi geografis pantai akan berdampak pada penentuan batas maritim dengan Singapura di kemudian hari.
PERBATASAN INDONESIA - MALAYSIA
Penentuan
batas maritim Indonesia-Malaysia di beberapa bagian wilayah perairan Selat
Malaka masih belum disepakati ke dua negara. Ketidakjelasan batas maritim
tersebut sering menimbulkan friksi di lapangan antara petugas lapangan dan
nelayan Indonesia dengan pihak Malaysia.
Demikian pula dengan perbatasan darat di Kalimantan, beberapa titik batas belum tuntas disepakati oleh kedua belah pihak. Permasalahan lain antar kedua negara adalah masalah pelintas batas, penebangan kayu ilegal, dan penyelundupan. Forum General Border Committee (GBC) dan Joint Indonesia Malaysia Boundary Committee (JIMBC), merupakan badan formal bilateral dalam menyelesaikan masalah perbatasan kedua negara yang dapat dioptimalkan.
Demikian pula dengan perbatasan darat di Kalimantan, beberapa titik batas belum tuntas disepakati oleh kedua belah pihak. Permasalahan lain antar kedua negara adalah masalah pelintas batas, penebangan kayu ilegal, dan penyelundupan. Forum General Border Committee (GBC) dan Joint Indonesia Malaysia Boundary Committee (JIMBC), merupakan badan formal bilateral dalam menyelesaikan masalah perbatasan kedua negara yang dapat dioptimalkan.
PERBATASAN INDONESIA – FILIPINA
Belum
adanya kesepakatan tentang batas maritim antara Indonesia dengan Filipina di
perairan utara dan selatan Pulau Miangas, menjadi salah satu isu yang harus
dicermati. Forum RI-Filipina yakni Joint Border Committee (JBC) dan Joint
Commission for Bilateral Cooperation (JCBC) yang memiliki agenda sidang secara
berkala, dapat dioptimalkan menjembatani permasalahan perbatasan kedua negara
secara bilateral.
PERBATASAN INDONESIA –
AUSTRALIA
Perjanjian
perbatasan RI-Australia yang meliputi perjanjian batas landas kontinen dan
batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) mengacu pada Perjanjian RI-Australia yang
ditandatangani pada tanggal 14 Maret 1997. Penentuan batas yang baru
RI-Australia, di sekitar wilayah Celah Timor perlu dibicarakan secara
trilateral bersama Timor Leste.
PERBATASAN INDONESIA – PAPUA
NUGINI
Indonesia
dan PNG telah menyepakati batas-batas wilayah darat dan maritim. Meskipun
demikian, ada beberapa kendala kultur yang dapat menyebabkan timbulnya salah
pengertian. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antar penduduk yang
terdapat di kedua sisi perbatasan, menyebabkan klaim terhadap hak-hak
tradisional dapat berkembang menjadi masalah kompleks di kemudian hari.
PERBATASAN INDONESIA DENGAN
VIETNAM
Wilayah
perbatasan antara Pulau Sekatung di Kepulauan Natuna dan Pulau Condore di
Vietnam yang berjarak tidak lebih dari 245 mil, memiliki kontur landas kontinen
tanpa batas benua, masih menimbulkan perbedaan pemahaman di antara ke dua
negara. Pada saat ini kedua belah pihak sedang melanjutkan perundingan guna
menentukan batas landas kontinen di kawasan tersebut.
PERBATASAN INDONESIA – INDIA
Perbatasan kedua negara terletak antara pulau Rondo di
Aceh dan pulau Nicobar di India. Batas maritim dengan landas kontinen yang
terletak pada titik-titik koordinat tertentu di kawasan perairan Samudera
Hindia dan Laut Andaman, sudah disepakati oleh kedua negara. Namun permasalahan
di antara kedua negara masih timbul karena sering terjadi pelanggaran wilayah
oleh kedua belah pihak, terutama yang dilakukan para nelayan.
PERBATASAN INDONESIA – THAILAND
Ditinjau
dari segi geografis, kemungkinan timbulnya masalah perbatasan antara RI dengan
Thailand tidak begitu kompleks, karena jarak antara ujung pulau Sumatera dengan
Thailand cukup jauh, RI-Thailand sudah memiliki perjanjian Landas Kontinen yang
terletak di dua titik koordinat tertentu di kawasan perairan Selat Malaka
bagian utara dan Laut Andaman. Penangkapan ikan oleh nelayan Thailand yang
mencapai wilayah perairan Indonesia, merupakan masalah keamanan di laut. Di
samping itu, penangkapan ikan oleh nelayan asing merupakan masalah
sosio-ekonomi karena keberadaan masyarakat pantai Indonesia.
PERBATASAN INDONESIA – REPUBLIK
PALAU
Sejauh
ini kedua negara belum sepakat mengenal batas perairan ZEE Palau dengan ZEE
Indonesia yang terletak di utara Papua. Akibat hal ini, sering timbul perbedaan
pendapat tentang pelanggaran wilayah yang dilakukan oleh para nelayan kedua
pihak.
PERBATASAN INDONESIA – TIMUR
LESTE
Saat ini sejumlah masyarakat Timor Leste yang berada diperbatasan
masih menggunakan mata uang rupiah, bahasa Indonesia, serta berinteraksi secara
sosial dan budaya dengan masyarakat Indonesia. Persamaan budaya dan ikatan
kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat di kedua sisi perbatasan, dapat
menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional, dapat berkembang menjadi
masalah yang lebih kompleks. Disamping itu, keberadaan pengungsi Timor Leste
yang masih berada di wilayah Indonesia dalam jumlah yang cukup besar potensial
menjadi permasalahan perbatasan di kemudian hari.
No
|
Permasalahan
|
Negara Lain yang
Terlibat
|
Penyelesaian
|
1
|
Kasus Ambalat
|
Malaysia
|
Melakukan pertemuan
liberal guna membahas masalah dengan perundingan, dan memutuskan Pulau
Ambalat tetap sebagai wlayah NKRI
|
2
|
Kasus Wilayah Camar Bulan dan Tanjung Datuk
|
Malaysia
|
Melalui pertemuan
Indonesia – Malaysia di Semarang pada tahun 1978, memutuskan wilayah Camar
Bulan dan Tanjung Datuk menjadi bagian dari wilayah Malaysia
|
3
|
Kasus
Pulau Simakau
|
Singapura
|
Melakukan klarifikasi
bahwa pulau yang dimaksud adalah pulau Simakau milik Singapura. Jadi,
terdapat dua pulau yang bernama sama yang dimiliki Indonesia dan Singapura
|
4
|
Kasus Pulau Batik
|
Timor Leste
|
Pemangku adat antara
wilayah Perbatasan Amyoung dan Ambenu, ingin menyelesaikan titik batas dan
meminta izin pemerintah pusat untuk memfasilitasi tersebut. Kedua Negara
belum diperbolehkan beraktivitas di daerah perbatasan tersebut
|
5
|
Kasus Pulau Miangas
|
Filiphina
|
Dinyatakan lebih lanjut
dalam protocol perjanjian ekstradisi Indonesia – Filiphina mengenai defisi
wilayah Indonesia yang menegaskan Pulau Miangas adalah Milik Indonesia atas
dasar putusan Mahkamah Arbitrase Internasional 4 April 1928
|
6
|
Kasus Pulau Nipa
|
Singapura
|
Kementrian Pertahanan
Mengkampanyekan Untuk Mereklamasi Pulau Nipa karena pada tahun 2004 sampai
2008 penduduk menjual pasir pantai Pulau Nipa kepada Singapura. Langkah
KemHan ini menghabiskan dana lebih dari 300 Milyar Rupiah.
|
RI – Malaysia
Kesepakatan yang sudah ada antara Indonesia dengan
Malaysia di wilayah perbatasan adalah garis batas Landas Kontinen di Selat
Malaka dan Laut Natuna berdasarkan Persetujuan antara Pemerintah Republik
Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Malaysia tentang pene-tapan garis batas
landas kontinen antara kedua negara (Agreement Between Government of the Republic Indonesia and
Government Malaysia relating to the delimitation of the continental shelves
between the two countries), tanggal 27 Oktober 1969 dan
diratifikasi dengan Keppres Nomor 89 Tahun 1969.
Berikutnya adalah Penetapan Garis Batas Laut Wilayah RI – Malaysia
di Selat Malaka pada tanggal 17 Maret 1970 di Jakarta dan diratifikasi dengan
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1971 tanggal 10 Maret 1971. Namun
untuk garis batas ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) di Selat Malaka dan Laut China
Selatan antara kedua negara belum ada kesepakatan.
Batas laut teritorial Malaysia di Selat Singapura terdapat
masalah, yaitu di sebelah Timur Selat Singapura, hal ini mengenai kepemilikan
Karang Horsburgh (Batu Puteh) antara Malaysia dan Singapura. Karang ini
terletak di tengah antara Pulau Bintan dengan Johor Timur, dengan jarak kurang
lebih 11 mil. Jika Karang Horsburg ini menjadi milik Malaysia maka jarak antara
karang tersebut dengan Pulau Bintan kurang lebih 3,3 mil dari Pulau Bintan.
Perbatasan Indonesia dengan Malaysia di Kalimatan Timur (perairan
Pulau Sebatik dan sekitarnya) dan Perairan Selat Malaka bagian Selatan, hingga
saat ini masih dalam proses perundingan. Pada segmen di Laut Sulawesi,
Indonesia menghendaki perundingan batas laut teritorial terlebih dulu
baru kemudian merundingkan ZEE dan Landas Kontinen. Pihak Malaysia berpendapat
perundingan batas maritim harus dilakukan dalam satu paket, yaitu menentukan
batas laut teritorial, Zona Tambahan, ZEE dan Landas Kontinen.
Sementara pada segmen Selat Malaka bagian Selatan, Indonesia dan
Malaysia masih sebatas tukar-menukar peta illustrasi batas laut teritorial
kedua negara.
RI – Thailand
Indonesia dan Thailand telah mengadakan perjanjian landas kontinen
di Bangkok pada tanggal 17 Desember 1971, perjanjian tersebut telah
diratifikasi dengan Keppres Nomor 21 Tahun 1972. Perjanjian perbatasan tersebut
merupakan batas landas kontinen di Utara Selat Malaka dan Laut Andaman.
Selain itu juga telah dilaksanakan perjanjian batas landas
kontinen antara tiga negara yaitu Indonesia, Thailand dan Malaysia yang
diadakan di Kuala Lumpur pada tanggal 21 Desember 1971. Perjanjian ini telah
diratifikasi dengan Keppres Nomor 20 Tahun 1972.
Perbatasan antara Indonesia dengan Thailand yang belum
diselesaikan khususnya adalah perjanjian ZEE.
RI – India
Indonesia dan India telah mengadakan perjanjian batas landas
kontinen di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 1974 dan telah diratifikasi dengan
Keppres Nomor 51 Tahun 1974 yang meliputi perbatasan antara Pulau Sumatera
dengan Nicobar.
Selanjutnya dilakukan perjanjian perpanjangan batas landas
kontinen di New Dehli pada tanggal 14 Januari 1977 dan diratifikasi dengan
Keppres Nomor 26 Tahun 1977 yang meliputi Laut Andaman dan Samudera Hindia.
Perbatasan tiga negara, Indonesia-India- Thailand juga telah
diselesaikan, terutama batas landas kontinen di daerah barat laut sekitar Pulau
Nicobar dan Andaman. Perjanjian dilaksankaan di New Delhi pada tanggal 22 Juni
1978 dan diratifikasi dengan Keppres Nomor 25 Tahun 1978. Namun demikian kedua
negara belum membuat perjanjian perbatasan ZEE.
RI – Singapura
Perjanjian perbatasan maritim antara Indonesia dengan Singapura
telah dilaksanakan mulai tahun 1973 yang menetapkan 6 titik koordinat sebagai
batas kedua negara. Perjanjian tersebut kemudian diratifikasi dengan
Undang-undang Nomor 7 tahun 1973.
Permasalahan yang muncul adalah belum adanya perjanjian batas laut
teritorial bagian timur dan barat di Selat Singapura. Hal ini akan menimbulkan
kerawanan, karena Singapura melakukan kegiatan reklamasi wilayah daratannya.
Reklamasi tersebut mengakibatkan wilayah Si-ngapura bertambah ke selatan atau
ke Wilayah Indonesia.
Penentuan batas maritim di sebelah Barat dan Timur Selat Singapura
memerlukan perjanjian tiga negara antara Indonesia, Singapura dan Malaysia.
Perundingan perbatasan kedua negara pada Segmen Timur, terakhir dilaksanakan
pada 8-9 Februari 2012 di Bali (perundingan ke-2).
RI – Vietnam
Perbatasan Indonesia – Vietnam di Laut China Selatan telah dicapai
kesepakatan, terutama batas landas kontinen pada tanggal 26 Juni 2002. Akan
tetapi perjanjian perbatasan tersebut belum diratifikasi oleh Indonesia.
Selanjutnya Indonesia dan Vietnam perlu membuat perjanjian perbatasan ZEE di
Laut China Selatan. Perundingan perbatasan kedua negara terakhir dilaksanakan
pada 25-28 Juli 2011 di Hanoi (perundingan ke-3).
RI – Philipina
Perundingan RI – Philipina sudah berlangsung 6 kali yang
dilaksanakan secara bergantian setiap 3 – 4 bulan sekali. Dalam
perundingan di Manado tahun 2004, Philipina sudah tidak mempermasalahkan lagi
status Pulau Miangas, dan sepenuhnya mengakui sebagai milik Indonesia.
Hasil perundingan terakhir penentuan garis batas
maritim Indonesia-Philipina dilakukan pada bulan Desember 2005 di Batam.
Indonesia menggunakan metode proportionality dengan memperhitungkan lenght of coastline/ baseline kedua negara, sedangkan Philipina memakai metode median line. Untuk itu dalam
perundingan yang akan datang kedua negara sepakat membentuk Technical Sub-Working Group untuk membicarakan secara teknis opsi-opsi yang akan diambil.
RI – Palau
Perbatasan Indonesia dengan Palau terletak di sebelah
utara Papua. Palau telah menerbitkan peta yang menggambarkan rencana batas
“Zona Perikanan/ZEE” yang diduga melampaui batas yurisdiksi wilayah
Indonesia. Hal ini terbukti dengan banyaknya nelayan Indonesia yang melanggar wilayah
perikanan Palau. Permasalahan ini timbul karena jarak antara Palau dengan
Wilayah Indonesia kurang dari 400 mil sehingga ada daerah yang overlapping untuk ZEE dan Landas
Kontinen. Perundingan perbatasan kedua negara terakhir dilaksanakan pada 29
Februari - 1 Maret 2012 di Manila (perundingan ke-3).
RI – Papua New Guinea
Perbatasan Indonesia dengan Papua New Guinea telah ditetapkan
sejak 22 Mei 1885, yaitu pada meridian 141 bujur timur, dari pantai utara
sampai selatan Papua. Perjanjian itu dilanjutkan antara Belanda-Ing-gris pada
tahun 1895 dan antara Indonesia-Papua New Guinea pada tahun 1973, ditetapkan
bahwa perbatasan dimulai dari pantai utara sampai dengan Sungai Fly pada
meridian 141° 00’ 00” bujur timur, mengikuti Sungai Fly dan batas tersebut berlanjut
pada meridian 141° 01’ 10” bujur timur sampai pantai selatan Papua.
Permasalahan yang timbul telah dapat diatasi yaitu pelintas batas,
penegasan garis batas dan lainnya, melalui pertemuan rutin antara delegasi
kedua negara. Masalah yang perlu diselesaikan adalah batas ZEE sebagai
kelanjutan dari batas darat.
RI – Australia
Perjanjian Batas Landas Kontinen antara Indonesia-Australia yang
dibuat pada 9 Oktober 1972 tidak mencakup gap sepanjang 130 mil di selatan
Timor Leste. Perbatasan Landas Kontinen dan ZEE yang lain, yaitu menyangkut
Pulau Ashmore dan Cartier serta Pulau Christmas telah disepakati dan telah
ditandatangani oleh kedua negara pada tanggal 14 Maret 1997, sehingga praktis
tidak ada masalah lagi. Mengenai batas maritim antara Indonesia – Australia
telah dicapai kesepakatan yang ditandatangani pada 1969, 1972 dan terakhir
1997.
RI – Timor Leste
Perundingan batas maritim antara Indonesia dan Timor Leste belum
pernah dilakukan, karena Indonesia menghendaki penyelesaian batas darat
terlebih dahulu baru dilakukan perundingan batas maritim. Dengan belum
selesainya batas maritim kedua negara maka diperlukan langkah-langkah
terpadu untuk segera mengadakan pertemuan guna membahas masalah perbatasan
maritim kedua negara.
Permasalahan yang akan sulit disepakati adalah adanya
kantong (enclave)
Oekusi di Timor Barat. Selain itu juga adanyaentry/exit point Alur Laut Kepulauan
Indonesia III A dan III B tepat di utara wilayah Timor Leste. (Sumber: Mabes
TNI AL).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar